Ahmad Daryoko
abraham@majalahtambang.com
Jakarta – TAMBANG. Selama ini pemborosan di tubuh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) diketahui akibat penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk produksi listrik. Namun Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN, Ahmad Daryoko mengatakan, proyek 10.000 Megawatt (MW) ikut menyumbang pemborosan di tubuh BUMN tersebut. Akibatnya peralatan yang dimiliki PLN kurang perawatan, dan mengalami kerusakan yang berdampak pada minimnya pelayanan ke masyarakat.
Ahmad Daryoko mengatakan, kalau gas tercukupi maka biaya operasi PLN tidak sampai Rp 20 triliun per tahun. Tapi karena suplai gas minim, terpaksa PLN menggunakan solar high speed diesel (HSD) untuk pembangkitnya.
Tak heran biaya operasional PLN mencapai Rp 80 triliun per tahun. ”Sebanyak Rp 60 triliun per tahun kita buang mubazir,” tandasnya kepada Majalah TAMBANG di Jakarta, akhir pekan lalu.
Dia juga mengungkapkan, PLN di luar Jawa rata-rata mengalami defisit Rp 1 triliun per tahun per provinsi. Ini disebabkan sebagian besar pembangkitnya berbahan bakar SFC (Specific Fuel Consumtion). Setiap KwH listrik yang dibangkitkan membutuhkan 0,3 – 0,4 liter fuel.
Dengan asumsi harga minyak Rp 10.000 per liter maka biaya pembangkitan per KwH di luar Jawa mencapai Rp 4.000,-. Belum termasuk biaya pemeliharaan dan operasional lain. Sedangkan sebagian besar konsumen listrik di luar Jawa adalah rumahtangga, yang membayar dengan harga subsidi Rp 600 per KwH.
”Tidak sehatnya keuangan PLN juga akibat proyek 10.000 MW Tahap I,” tambahnya. Kegagalan proyek itu akibat mangkirnya investor China dalam pengucuran kredit pinjaman. ”Saya sendiri yang pegang PLTU Tuban 700 MW. Foreign currency dari China tidak turun sudah setahun lebih,” tambahnya lagi.
Gara-gara MoU dengan China tak jelas jluntrung-nya, sementara 10.000 MW adalah megaproyek prestisius SBY, maka kelanjutan proyek itu harus disokong sumber pendanaan lain. Walhasil, dana opersional PLN sebesar USD 15 miliar (sekitar Rp 150 triliun) per tahun, dipotong setengahnya untuk membiayai kelangsungan 10.000 MW Tahap I.
Kata Daryoko, pemotongan itu dilakukan di unit-unit yang mengakibatkan biaya perawatan minim, dan pembangkit banyak yang rusak. Selama ini manajemen PLN tak berani mengungkapkan hal tersebut ke publik, karena pasti takut jabatannya dilorot.
(Selengkapnya di Majalah TAMBANG Edisi Cetak, Desember 2009)
sumber : majalahtambang.com
0 komentar:
Posting Komentar