Kilas Balik
Rama Pratama , Bayquni dan Adian Napitupulu. Mereka bertiga adalah aktivis mahasiswa yang cukup punya nama pada masa reformasi 1998. Rama Pratama dikenal sebagai ketua Senat Mahasiswa Universitas Indonesia, Adian Napitupulu sebagai Aktivis Forum Kota Forkot, sementara Bayquni sebagai salah satu penggagas Deklarasi Ciganjur.
Mereka bertiga punya visi berbeda-beda soal reformasi. KBR68H menyoroti perjalanan hidup mereka dari ketika terjun dalam gerakan mahasiswa sampai kehidupan mereka kini.
Kondektur bus
Awal 1990an, seorang remaja keturunan Batak baru saja lulus SMA di Jakarta. Ia lantas menjadi kondektur bus untuk mencari sesuap nasi. Itulah Adian Yunus Yusak Napitupulu. Ia dikenal sebagai aktivis mahasiswa 98, pendiri gerakan Mahasiswa Forum Kota, Forkot. Ketika berusia 10 tahun ia sudah kehilangan ayah, tulang punggung keluarga. Selepas SMA, Adian tak bisa langsung kuliah. Menganggur setahun, lantas jadi kondektur bus, sampai buruh kasar di sebuah pabrik kayu.
Awal 1990an, seorang remaja keturunan Batak baru saja lulus SMA di Jakarta. Ia lantas menjadi kondektur bus untuk mencari sesuap nasi. Itulah Adian Yunus Yusak Napitupulu. Ia dikenal sebagai aktivis mahasiswa 98, pendiri gerakan Mahasiswa Forum Kota, Forkot. Ketika berusia 10 tahun ia sudah kehilangan ayah, tulang punggung keluarga. Selepas SMA, Adian tak bisa langsung kuliah. Menganggur setahun, lantas jadi kondektur bus, sampai buruh kasar di sebuah pabrik kayu.
Adian Napitupulu: "Kemudian gue menganggur satu tahun, gue jadi kondektur bis PPD 46 di daerah Heck. Beberapa bulan gue ikut di situ. Pagi jam tiga bangun, jadi kondektur sampai jam empat jam lima sore, terus aplusan dan sebagainya. Nah, kemudian selesai dari situ, gue bekerja di pabrik kayu di daerah Marunda. Total Group. Dan di situ gue mendapatkan pelajaran yang luar biasa, ketika gua melihat kok begini gitu"
Pada 1991, Adian diterima di Universitas Kristen Indonesia, UKI, Jakarta. Kutu buku
Di tempat lain, Bayquni aktif dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta, FKSMJ. Sebagai mahasiswa Universitas Moestopo, Jakarta, ia dikenal kutu buku.
Bayquni: "Dari awal sekali saya sudah mengenal gerakan mahasiswa. Terlebih lagi ketika saya membaca beberapa buku tentang pergerakan mahasiswa seperti Soe Hok Gie, terus Angkatan 66 karangannya Yozar Anwar. Di situ banyak fenomena tentang perjuangan gerakan mahasiswa yang sangat dekat sekali dengan kepentingan rakyat. Memang kan kita sadari bahwa yang namanya mahasiswa itu adalah lapis penghubung kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang boleh kita bilang elit"
Di Universitas Indonesia, pada pertengahan 1997, Ketua Senat Mahasiswa UI, Rama Pratama mulai melihat dampak krisis moneter pada mahasiswa kampusnya. Paling utama, putus kuliah.
Hawa krisis
Rama Pratama: "Hawa krisis itu dirasakan juga oleh mahasiswa. Tiba-tiba saja ada teman yang menghilang dari kampus karena tak bisa bayar uang kuliah. Pada saat yang sama, mahasiswa yang sama pulang ke rumah, ibunya bilang susah beli sembako, bapaknya baru diPHK"
Dari tempat yang berbeda-beda, Adian Napitupulu, Bayquni dan Rama Pratama merasakan kelompok mahasiswa perlu bersatu. Gerakan yang tidak terpecah belah, tapi kompak dalam menjatuhkan Soeharto. Rama Pratama: "Hawa krisis itu dirasakan juga oleh mahasiswa. Tiba-tiba saja ada teman yang menghilang dari kampus karena tak bisa bayar uang kuliah. Pada saat yang sama, mahasiswa yang sama pulang ke rumah, ibunya bilang susah beli sembako, bapaknya baru diPHK"
Para aktivis ini kemudian bergerilya. Setiap kampus didorong beraksi menentang Soeharto, menyoroti bobroknya Orde Baru dari berbagai sisi.
Adian Napitupulu: "Pertama kita mengkoordinir aksi-aksi kampus-kampus di Jakarta. Kita melakukan penjadwalan. Hari ini kampus apa, besok kampus apa, tanggal sekian kampus apa, dan sebagainya, dan sebagainya. Lalu mengukur eskalasi isunya. Dari aksi-aksi yang membagikan sembako murah, sampai aksi-aksi yang menuntut turunkan Soeharto"
Picu lebih besar terjadi pada 2 Mei 1998. Sebuah aksi besar berujung bentrok, begitu kenang Adian.
Adian Napitupulu: "Yang bentrok besar itu di IKIP dan ABA tanggal 2 Mei. Bentrokan itu menjadi stimulan yang efektif yah" Pada tanggal 21 Mei 1998: yang lama dinanti dan diperjuangkan pun akhirnya tiba.
Soeharto: "Saya memutusken untuk menyataken berhenti dari jabatan saya sebagai presiden Republik Indonesia" Tak ada musuh bersama
Setelah itu harapan pun dituai demi masa depan yang lebih baik. Reformasi diharapkan menjadi jawaban bagi kegundahan masyarakat. Mahasiswa yang ada di garda depan pun diharapkan tetap berdiri di sana, untuk mengawal reformasi.
Setelah itu harapan pun dituai demi masa depan yang lebih baik. Reformasi diharapkan menjadi jawaban bagi kegundahan masyarakat. Mahasiswa yang ada di garda depan pun diharapkan tetap berdiri di sana, untuk mengawal reformasi.
Tapi kenyataan ternyata tak seindah harapan, begitu cerita Adian Napitupulu. Perbedaan yang dulunya menyatukan, kini malah memisahkan. Tak ada lagi musuh bersama.
Adian Napitupulu: "Yang ada cuma perbedaan kalkulasi. Jadi gini, kalau gua melihat, kalau konflik yang terjadi FKSMJ dan FORKOT itu beda, jelas. FKSMJ di senat-senat, FORKOT simpul-simpul massa. Lebih pada itu perbedaannya kan. Mereka formal kita nonformal. Tapi kalau situasi di DPR saat itu, itu memang sudah terpecah menjadi empat tuntutan. Ada yang menuntut reformasi damai, ada yang menuntut reformasi biasa, ada yang menuntut reformasi konstitusional dan ada yang menuntut reformasi total" Perbedaan visi
Perbedaan visi menjalar pada kelanjutan aksi mahasiswa. Bayquni yang semula akrab dengan Adian, lantas berpisah di tengah jalan. Bayquni merapat ke Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta FKSMJ, dan menggelar Deklarasi Ciganjur. Deklarasi ini mempertemukan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Amien Rais serta Sri Sultan Hamengkubuwono X yang waktu itu dianggap pemersatu bangsa.
Perbedaan visi menjalar pada kelanjutan aksi mahasiswa. Bayquni yang semula akrab dengan Adian, lantas berpisah di tengah jalan. Bayquni merapat ke Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta FKSMJ, dan menggelar Deklarasi Ciganjur. Deklarasi ini mempertemukan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Amien Rais serta Sri Sultan Hamengkubuwono X yang waktu itu dianggap pemersatu bangsa.
Deklarasi Ciganjur ternyata juga tidak membuahkan hasil. Adian, yang sudah pisah jalur dengan Bayquni, bahkan mencibir langkah kawannya ini.
Adian Napitupula: "Bagi gue itu memoderasi proses perlawanan rakyat. Tadinya semua rakyat percaya diri bahwa mereka adalah pelaku perubahan, kemudian muncul tokoh-tokoh dan temen-temen mengambil itu dari tangan setiap orang diambil-diambil, dikasih, hak perubahan itu dikasih pada empat orang tokoh itu. Itu yang membuat gua menolak deklarasi Ciganjur sampai sekarang"
Sementara Rama Pratama dari Universitas Indonesia merasa cukup puas dengan tumbangnya Soeharto. Tugas selesai, Rama dan kawan-kawan pun balik kampus. Rama Pratama: "Kita sudah buktikan bahwa kemudian kita tidak akan kehilangan apa-apa, karena begitu selesai Soeharto turun, kita langsung menyatakan bahwa ini merupakan awal yang baik tapi belum selesai sama sekali. Pada akhirnya kita kembali ke kampus dan menyelesaikan studi kita dan pada akhirnya kita tidak mengambil deviden gerakan pada saat kita masih menjadi mahasiswa"
Ibarat koboi
Tapi langkah ini pun dikritik Bayquni. Baginya yang dilakukan Rama tak ubahnya koboi.
Bayquni: "Karena bukan sebagai yang beberapa kalangan bilang bahwa gerakan mahasiswa itu ibarat koboi, datang ketika ada sebuah masalah dan kemudian pergi ketika masalah itu selesai dan kembali lagi ke kampus. Ini sangat menara gading sekali"
Perbedaan yang terus meruncing ini membuat gerakan reformasi melempem. Sebuah perubahan yang begitu lama dicita-citakan, dengan menyatukan beragam kepentingan yang berbeda, seperti kehilangan nyawa justru setelah Soeharto turun. Perubahan yang dulu digagas tak kunjung terjadi. Para aktivis mahasiswa itu lantas kembali sibuk dengan dunia masing-masing.
Karena terlampau sibuk mengurusi Forkot, kuliah Adian nyaris terbengkalai. Molor sampai 15 tahun. Setelah akhirnya berhasil merampungkan kuliah, Adian mendirikan firma hukum, Kota Law Office. Semula ia berniat mendirikan firma komersil. Tapi nama Adian terlanjur erat dengan pergerakan mahasiswa. Alhasil, firmanya lebih sering mendapat kasus-kasus pro bono alias kasus rakyat yang gratisan.
Adian Napitupulu: "Ya, makanya kita tidak membentuk LBH sebenarnya, kan. Kita pingin ini jadi sebuah institusi yang profit. Kita mencari uang untuk kebutuhan hidup ya dari lembaga ini. Kita butuh makan, kita butuh hidup. Kita butuh sebuah lembaga yang memang berorientasi keuntungan. Tapi yang datang ternyata sama juga. Kenapa? Mungkin citranya sudah pro bono kali, sudah gratisan, kali " Kursi politik
Di sisi lain, hasrat untuk berkecimpung dalam dunia politik terus sampai sekarang. Adian berniat mencalonkan diri sebagai wakil rakyat pada pemilu 2009. Kendaraan politiknya: PDI Perjuangan.
Di sisi lain, hasrat untuk berkecimpung dalam dunia politik terus sampai sekarang. Adian berniat mencalonkan diri sebagai wakil rakyat pada pemilu 2009. Kendaraan politiknya: PDI Perjuangan.
Adian Napitupulu: "Kalau kemudian punya kesempatan 2009 kita masuk pencalegan. Kita akan bertarung untuk itu. Kita tak punya pilihan. Gini lho. Kita teriak-teriak di jalan dalam konteks koreksi, benar. Tetapi kemudian tetap saja mereka yang menjadi bagian kekuatan lama itu yang mengeksekusi kebijakan. Kita harus ganti. Kita yang harus jadi eksekutor kebijakan. Artinya, kenapa kemudian tidak pernah ada kebijakan yang pro rakyat? Karena yang mengeksekusi kebijakan adalah mereka yang anti rakyat. Kalau begitu kenapa tidak mereka yang pro rakyat yang mengeksekusi kebijakan? "
Kalau Adian baru hendak meretas jalan ke kursi wakil rakyat, Rama Pratama sudah empat tahun mendudukinya. Bekas Ketua Senat Mahasiswa Universitas Indonesia itu sekarang duduk di Komisi XI, mengurusi masalah keuangan dan perbankan. Ia juga anggota panitia anggaran. Rama Pratama: "Dengan segala kompetensi yang saya miliki, maka saya merasa inilah wujud pertanggungjawaban publik, beban moril yang pernah saya rasakan ketika dulu menjadi aktivis mahasiswa"
Beban
Tak pernah terbersit dalam benak Rama untuk menjadi anggota DPR. Ia sempat membangun karir sebagai auditor swasta, lantas bekerja di perusahaan konsultan bisnis. Lalu terjun ke dunia politik, bersama Partai Keadilan Sejahtera, yang membawanya masuk ke gedung DPR. Masa lalunya sebagai aktivis mahasiswa, kata Rama, sedikit banyak berpengaruh. Kadang duduk di kursi wakil rakyat terasa jadi beban.
Rama Pratama: "Karena yang dilihat orang bukanlah Rama di partai politik, Rama di LSM, Rama menjadi seorang tenaga akademis, menjadi dosen atau ilmuwan. Bukan itu. Tapi ketika kita melihat seorang mantan aktivis, yang akan terus dikontrol oleh banyak orang adalah apakah Rama konsisten. Apakah Rama tetap menyuarakan semangat-semangat perubahan sebagaimana dulu Rama menyuarakan perubahan?" Tak pernah terbersit dalam benak Rama untuk menjadi anggota DPR. Ia sempat membangun karir sebagai auditor swasta, lantas bekerja di perusahaan konsultan bisnis. Lalu terjun ke dunia politik, bersama Partai Keadilan Sejahtera, yang membawanya masuk ke gedung DPR. Masa lalunya sebagai aktivis mahasiswa, kata Rama, sedikit banyak berpengaruh. Kadang duduk di kursi wakil rakyat terasa jadi beban.
Bayquni menyelesaikan kuliah sekitar setahun setelah Soeharto tumbang. Ia sempat bekerja menjadi jurnalis di sebuah majalah otomotif di Jakarta. Ini dunia sangat baru, karena Bayquni sangat awam dengan dunia otomotif. Mengendarai mobil pun tak bisa. Tapi demi keluarga, Bayquni mesti berusaha bergelut di dunia baru.
Ditimpa sial
Bayquni: "Anak saya pada saat itu umur tiga bulan, suatu ketika anak saya itu menderita gangguan pernafasan, campur dengan tipus juga. Saya bawa ke dokter, sang dokter cuma bilang anak bapak harus segera diopname. Pada saat itu di kantong saya cuma ada duwit Rp. 50 ribu. Kantor saya juga sudah tutup dan dua hari kemudian diumumkan kantor tutup"
Sudah jatuh tertimpa tangga. Kantor tutup, istri Bayquni juga kena PHK. Bayquni: "Anak saya pada saat itu umur tiga bulan, suatu ketika anak saya itu menderita gangguan pernafasan, campur dengan tipus juga. Saya bawa ke dokter, sang dokter cuma bilang anak bapak harus segera diopname. Pada saat itu di kantong saya cuma ada duwit Rp. 50 ribu. Kantor saya juga sudah tutup dan dua hari kemudian diumumkan kantor tutup"
Bayquni: "Istri saya juga begitu. Salonnya tutup. Jadi kita benar-benar punya uang hanya Rp. 50 ribu. Orang tua pada waktu itu sudah berkata, ketika kau sudah menikah, lepas semua tanggungan. Yang ada cuma kartu kredit. Ya pada akhirnya kita nekat, kita enggak tahu bahwa kita besok dapet kerja atau enggak. Yang penting anak ini bisa dirawat. Saya nekat, saya menjebol kartu kredit pada saat itu, yang bisa dilunasi baru tahun 2007"
Beruntung, tak lama kemudian Bayquni diterima menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi. Memang inilah cita-cita Bayquni, menjadi akademikus. Jauh lebih baik ketimbang jadi jurnalis atau politisi, kata dia.
Bayquni: "Saya ngambil pemikirannya Chico Mendez. Dia bilang, menciptakan 1000 orang tanpa pendidikan yang tercipta adalah amuk massa sedangkan menciptakan 100 orang dengan pedidikan yang muncul adalah sebuah perubahan terstruktur"Sumber : Radio Nederland
berita lain : sondang hutagalung meninggal dunia
0 komentar:
Posting Komentar