”Aku ngefans loh sama Gus Dur.”
Aku sih tertawa saja kalau ada teman atau orang lain yang mengkomentari, ”Kok bisa sih?! Suka??”.
Kalau soal perilaku atau kata-kata beliau yang (katanya) kontroversial, (coba di sabari saja…) aku yakin (Insya Allah) ada maksud baik beliau yang kita (barangkali) tidak tahu apa itu..
Salah satu komentar orang yang aku suka tentang beliau adalah,
”Beliau (Gus Dur) itu orang yang terlampau maju (modern) untuk di zamannya.”
Berikut adalah biografi singkat tentang Gusdur. Sengaja aku awali dengan beberapa guyonan Gusdur, supaya rekan-rekan ”terpancing” dan makin ”penasaran” dengan sosok Gusdur seutuhnya.
INDONESIA MINTA DI JAJAH
Dalam sebuah seminar beberapa tahun yang lalu Gus Dur mengungkapkan bahwa Belanda bukan sebuah negara yang besar, tidak punya modal, tidak punya pemikir-pemikir ulung, jadi mereka tidak memberikan apa-apa kepada kita, malah merampok kita habis-habisan.
Lain dengan India yang dijajah Inggris, atau Filipina yang dijajah Amerika. Negara-negara penjajah yang itu punya sesuatu yang diberikan kepada negara-negara yang dijajah, misalnya saja tentang sistim hukum yang lebih teratur, dsb.
Nah, lalu ada pemikiran gila, supaya Inggris dan Amerika memberikan sesuatu kepada kita. Bagaimana caranya?
Kita nyatakan perang melawan Inggris dan Amerika! Lho, kenapa begitu?
Logikanya kita kan pasti kalah, jadi kita akan dijajah lagi oleh Amerika dan Inggris.
Masalahnya sekarang, bukannya kalau kita kalah. Masalahnya adalah, bagaimana kalau Indonesia yang menang ???
.
TAKUT ISTRI
Memberikan contoh dengan lelucon adalah kebiasaan Gus Dur ketika berpidato. Tujuannya, kata kyai ini agar hadirin dapat memahami maksud dari apa yang disampaikan.
Dalam sebuah forum yang membahas soal kesetaraan laki-laki dan perempuan, seorang peserta bertanya kepada kyai eksentrik ini, yang isinya mungkin agak “pribadi.”
Peserta itu bertanya, apakah Kyai sebesar Gus Dur juga takut pada istri?Mendengar pertanyaan yang “sensistif” itu Gus Dur menjelaskan dengan “bijak” (jika tidak mau disebut berkelit).
“Begini ya….. Saya punya cerita,” kata Gus Dur memulai, sementara peserta sudah siap-siap dengan serius mendengarkan jawaban tentang “jeroan” rumah tangga Gus Dur.
“Nanti di akhirat, orang dibagi dua barisan,”
Gus Dur melanjutkan,”barisan pertama untuk orang-orang yang takut sama istrinya. Barisan kedua untuk yang berani sama istrinya.”
Peserta seminar yang tadinya serius, langsung dapat menerka ini pasti guyonan.
“Di barisan pertama orang antri berduyun-duyun. Ternyata di barisan kedua cuma ada satu orang, badanya kecil lagi. Orang-orang di barisan pertama heran melihat si kecil itu sendirian. Mereka pikir berani sekali tuh orang kecil-kecil. Lalu dikirim delegasi dari barisan pertama untuk menanyakan. Datanglah delegasi itu pada si kecil dia bertanya, “hey kamu kok berani banget baris sendirian disini, emangnya kamu nggak takut sama istri kamu?”
Mendengar pertanyaan itu, si kecil menjawab “Wah…. saya juga nggak tahu nih. Saya disini disuruh istri saya.” Atas jawaban dari sang Kyai, seluruh peserta langsung terbahak. Tahulah mereka maksudnya, kesimpulannya bahwa semua laki-laki di dunia itu……
MALU DAN KEMALUAN
Kisah ini terjadi di Jawa Timur (Jatim). Suatu kali ada seorang caleg (calon legislative) PKB marah-marah karena namanya tidak masuk dalam daftar calon terpilih. K.H . Hasyim Muzadi (Yang saat itu adalah Ketua DPWNU Jatim) bilang, “Wis to (sudahlah-red), soal caleg itu kan masalah dunia. Itu soal kecil.”
Tapi caleg batal itu tetap jengkel, kata si Caleg, “Bukan begitu Kiai. Tapi ini masalah kemaluan.”
Sambil terkekeh, Gus Dur berkomentar, ” Ya begitu itu orang NU. Malu dan kemaluan dicampur-campur.”
GILA NU
RUMAH Gus Dur di kawasan Ciganjur sehari-harinya tak pernah sepi dari tamu. Dari pagi hingga malam, bahkan tak jarang sampai dinihari para tamu ini datang silih berganti baik yang dari kalangan NU maupun bukan. Tak jarang mereka datang dari luar kota.
Menggambarkan fanatisme orang NU, menurut Gus Dur ada tiga tipe orang NU. “Kalau mereka datang dari pukul tujuh pagi hingga jam sembilan malam, dan membicarakan tentang NU, itu biasanya orang NU yang memang punya komitmen dan fanatik terhadap NU,” tegas Gus Dur.
Orang NU jenis kedua, mereka yang meski sudah larut malam, sekitar jam duabelas sampai jam satu malam, namun masih mengetuk pintu Gus Dur untuk membicarakan NU, “Itu namanya orang gila NU,” katanya.
Orang jenis ketiga, Gus?
“Tapi kalau ada orang NU yang masih juga mengetuk pintu saya jam dua dinihari hingga jam enam pagi, itu namanya orang NU yang gila,” katanya.
KOMBAK-KAMBEK RP. 5000
Seorang wisatawan asal Amerika, kata Gus Dur, datang ke Jogjakarta ingin melihat-lihat beberapa tempat wisata. Seminggu dia berada di kota gudeg itu, setelah mengunjungi beberapa tempat wisata kali ini ia ingin ke kebun binatang Gembira Loka.
Setelah bertanya letak kebun binatang itu kepada petugas hotel tempatnya menginap, akhirnya ia putuskan untuk mengunjunginya dengan naik becak. Sebab semua jenis angkutan sudah pernah ia coba kecuali becak.
Sambil membawa ransel kecilnya turis inipun segera memanggil tukang becak yang mangkal di depan hotelnya.
“How much to Gembira Loka?” tanya sang turis.
Sambil memekarkan lima jari tangan kanannya si tukang becak menjawab, “five thousand kombak-kambek mister !”.
HANYUTNYA PRESIDEN SOEHARTO
Sudah tentu mantan presiden Soeharto kebagian sentilan Gus Dur. Ceritanya, suatu hari Pak Harto memancing di sebuah sungai. Bekas orang kuat itu dikenal gemar memancing (dan barangkali bukan cuma ikan yang dipancingnya). Saking asyiknya, Pak Harto tidak sadar bahwa air sungai itu meluap, lalu terjadilah banjir besar.
Pak Harto hanyut terbawa arus deras. Selama hanyut itu rupanya dia tak sadarkan diri, dan ketika dia terbangun dia berada jauh dari tempatnya semula. Keadaannya sangat sepi, hanya ada seorang petani, yang rupanya telah menolong Pak Harto.
Merasa berutang budi dan sangat berterima kasih, Pak Harto berkata pada penolongnya itu.
“kamu tahu nggak saya ini siapa?” tanya Pak Harto.
“Tidak,” jawab si penolong.
“Saya ini Soeharto, Presiden Republik Indonesia.
Nah, karena kamu sudah menolong saya, maka kamu boleh minta apa saja yang kamu mau, pasti saya beri. Ayo katakan saja keinginan kamu.”
“Saya cuma minta satu hal saja, Bapak Presiden,” kata sang penolong. “Katakan saja apa itu?” Kata Pak Harto.
“Tolong jangan bilang siapa-siapa bahwa saya yang menolong Bapak.”
JENDERAL
Pada saat selesai melantik WAKAPOLRI di Istana, Gus Dur mengadakan konferensi pers dengan wartawan. Pada kesempatan itu, salah satunya diungkapkan tentang permintaan Gus Dur agar Jenderal Surojo BIMANTORO – KAPOLRI – mengundurkan diri. Ketika konferensi pers itu usai, dan Gus Dur dipapah memasuki mobil, beberapa wartawan mulai tidak mengerubutinya lagi.
Gus Dur berkata :”Hei, saya masih punya satu informasi lagi. Kalian mau tidak ?”
“Apa itu Gus ?” tanya para wartawan serentak.
“Saya mau sebutkan nama seorang jenderal yang paling berbahaya dan berpotensi mematikan siapa saja,” ujar Gus Dur.
“Wah, siapa itu Gus ?” keroyok para wartawan yang tadinya sudah mulai menjauh. Mereka berlarian untuk mendapatkan berita eksklusif itu.
“Ok, saya akan katakan,” kata Gus Dur meyakinkan.” Jenderal itu adalah Jendral..(General) Electric …”
“Wooo kok itu sih Gus ?” protes para wartawan.
“Lha kalian ini, maunya bikin gosip melulu. Lha saya kan bener kalau General Electric itu paling berbahaya. Coba, mau nggak kamu kesetrum lampunya General Electric ? Berbahaya kan ?!, kamu bisa mati kan kalau kesetrum????”
Nama : Abdurrahman “Addakhil”, demikian nama lengkapnya. Belakangan kata “Addakhil” tidak cukup dikenal dan diganti nama “Wahid”, Abdurrahman Wahid, dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. “Gus” adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati “abang” atau “mas”.
Kelahiran : Putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di Denanyar, Jombang, Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang. Ibundanya, Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri.
Istri : Sinta Nuriyah
Anak : Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.
Kehidupan : Pada tahun 1949, ketika clash dengan pemerintahan Belanda telah berakhir, ayahnya diangkat sebagai Menteri Agama pertama, sehingga keluarga Wahid Hasyim pindah ke Jakarta. Pada bulan April 1953, Gus Dur pergi bersama ayahnya mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan madrasah baru. Di suatu tempat di sepanjang pegunungan antara Cimahi dan Bandung, mobilnya mengalami kecelakaan. Gus Dur bisa diselamatkan, akan tetapi ayahnya meninggal. Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah. Perkawinannya dilaksanakan ketika ia berada di Mesir.
Hobi : Membaca, bermain bola, menonton bioskop, catur dan musik.
Pengalaman Pendidikan :
• Pertama kali belajar, Gus Dur kecil belajar mengaji dan membaca al-Qur’an pada sang kakek, K.H. Hasyim Asy’ari. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca al-Qur’an.
• Disamping belajar formal di sekolah, Gus Dur juga mengikuti les privat Bahasa Belanda. Guru lesnya bernama Willem Buhl, seorang Jerman yang telah masuk Islam, yang mengganti namanya dengan Iskandar. Untuk menambah pelajaran Bahasa Belanda tersebut, Buhl selalu menyajikan musik klasik yang biasa dinikmati oleh orang dewasa. Inilah pertama kali persentuhan Gus Dur dengan dunia Barat dan dari sini pula Gus Dur mulai tertarik dan mencintai musik klasik.
• Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Gus Dur dikirim orang tuanya untuk belajar di Yogyakarta. Pada tahun 1953 ia masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil mondok di pesantren Krapyak. Di sekolah ini pula pertama kali Gus Dur belajar Bahasa Inggris.
• Setamat dari SMEP Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegalrejo Magelang Jawa Tengah.
• Pada usia 22 tahun, Gus Dur berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang kemudian diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar.
• Pada tahun 1966 Gus Dur pindah ke Irak, sebuah negara modern yang memiliki peradaban Islam yang cukup maju. Di Irak ia masuk dalam Departement of Religion di Universitas Bagdad sampai tahun 1970.
• Selepas belajar di Baghdad Gus Dur bermaksud melanjutkan studinya ke Eropa. Akan tetapi persyaratan yang ketat, utamanya dalam bahasa-misalnya untuk masuk dalam kajian klasik di Kohln, harus menguasai bahasa Hebraw, Yunani atau Latin dengan baik di samping bahasa Jerman-tidak dapat dipenuhinya, akhirnya yang dilakukan adalah melakukan kunjungan dan menjadi pelajar keliling, dari satu universitas ke universitas lainnya. Pada akhirnya ia menetap di Belanda selama enam bulan dan mendirikan Perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di Eropa. Untuk biaya hidup dirantau, dua kali sebulan ia pergi ke pelabuhan untuk bekerja sebagai pembersih kapal tanker. Gus Dur juga sempat pergi ke McGill University di Kanada untuk mempelajari kajian-lkajian keislaman secara mendalam. Namun, akhirnya ia kembali ke Indoneisa setelah terilhami berita-berita yang menarik sekitar perkembangan dunia pesantren. Perjalanan keliling studi Gus Dur berakhir pada tahun 1971, ketika ia kembali ke Jawa dan mulai memasuki kehidupan barunya, yang sekaligus sebagai perjalanan awal kariernya.
Perjalanan Karier :
• Menjelang kelulusannya di Sekolah Dasar, Gus Dur memenangkan lomba karya tulis (mengarang) se-wilayah kota Jakarta dan menerima hadiah dari pemerintah.
• Pernah menjadi komentator sepak bola di televisi.
• Sepulang dari pengembaraanya mencari ilmu, Pada tahun 1971, Gus Dur kembali ke Jombang dan menjadi guru di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang.
• Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris.
• Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU.
• Karier yang dianggap ‘menyimpang’-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986 -1987.
• Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi yang diketuai K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo.
• Ketua Forum Demokrasi untuk masa bakti 1991-1999.
• Presiden Republik Indonesia masa bakti 1999 – 2001
Penghargaan :
• Tokoh 1990, Majalah Editor, tahun 1990
• Ramon Magsaysay Award for Community Leadership, Ramon Magsaysay Award Foundation, Philipina, tahun 1991
• Islamic Missionary Award from the Government of Egypt, tahun 1991
• Penghargaan Bina Ekatama, PKBI, tahun 1994
• Man Of The Year 1998, Majalah berita independent (REM), tahun 1998
• Honorary Degree in Public Administration and Policy Issues from the University of Twente, tahun 2000
• Gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, tahun 2000
• Doctor Honoris Causa dalam bidang Philosophy In Law dari Universitas Thammasat Thaprachan Bangkok, Thailand, Mei 2000
• Doctor Honoris Causa dari Universitas Paris I (Panthéon-Sorbonne) pada bidang ilmu hukum dan politik, ilmu ekonomi dan manajemen, dan ilmu humaniora, tahun 2000
• Penghargaan Kepemimpinan Global (The Global Leadership Award) dari Columbia University, September 2000
• Doctor Honoris Causa dari Asian Institute of Technology, Thailand, tahun 2000
• Ambassador for Peace, salah satu badan PBB, tahun 2001
• Doctor Honoris Causa dari Universitas Sokka, Jepang, tahun 2002
• Doctor Honoris Causa bidang hukum dari Konkuk University, Seoul Korea Selatan, 21 Maret 2003.
• Medals of Valor, sebuah penghargaan bagi personal yang gigih memperjuangkan pluralisme dan multikulturalisme, diberikan oleh Simon Wieshenthal Center (yayasan yang bergerak di bidang penegakan HAM dan toleransi antarumat beragama), New York, 5 Maret 2009.
• Penghargaan nama Abdurrahman Wahid sebagai salah satu jurusan studi Agama di Temple University, Philadelphi, 5 Maret 2009.
• Penghargaan-penghargaan lainnya…
Sumber : http://ananewbie.wordpress.com/
0 komentar:
Posting Komentar