Cantik, visioner, dan bernyali, itulah Presiden Argentina,
Cristina Fernandez de Kirchner. Ia menjadi sosok yang menyita perhatian
internasional karena keberaniannya menasionalisasi secara sepihak perusahaan
minyak YPF milik Repsol Spanyol,.
Keberpihakan Cristina pada kepentingan bangsanya
sendiri berhadapan dengan korporat asing tak diragukan lagi. Ia dianggap
sebagai penjelmaan Evita Peron, istri Juan Peron, tokoh Argentina tahun 40 -
50-an, yang selain cantik, berpenampilan modis, tapi juga sangat pro terhadap
kepentingan masyarakat miskin dan buruh.
Cristina Fernandes mengatakan, sejak operasi minyak
dipegang asing, produksi minyak Argentina tak pernah naik padahal di sisi lain
telah menghasilkan deviden besar untuk negara asing. Bahkan ketika rakyat
Argentina membutuhkan minyak, perusahaan asing di negerinya malah mengekspornya
ke luar negeri. Sejak minyak Argentina dikuasai asing pada tahun 1992,
impor BBM dan gas Argentina terus mengalami kenaikan hingga berkisar 150%
pertahunnya dan memaksa negara mengeluarkan anggaran 9 miliar dollar AS,
Tindakan Cristina dikecam negara-negara Eropa dan AS
yang berhaluan kapitalis. Bahkan Menlu AS, Hillary Clinton menyebut Cristina
mengalami gangguan mental. Pilar kapitalis lainnya, Bank Dunia juga sudah
menyuarakan kecaman.
Tak ketinggalan pemerintah Spanyol juga mengeluarkan
kecaman dan berjanji akan melakukan pembalasan. Tapi anehnya gerakan rakyat
Spanyol yang sering disebut “Los Indignados” malah menyatakan dukungan terhadap
langkah Argentina. “Hal pertama yang saya mau katakan adalah bravo untuk
pemerintah Argentina,” kata Pablo Gomez, salah seorang jubir gerakan Los
Indignados seperti dikutip TeleSUR.
Gomez mengingatkan, langkah yang diambil pemerintah
Argentina tidak merugikan kepentingan rakyat Spanyol, melainkan kepentingan
elit Spanyol. Ia mengecam tindakan Perdana Menteri Spanyol, Mariano Rajoy, yang
mengarahkan histeria media untuk mendiskreditkan pemerintah Argentina.
“Mariano Rajoy membela kepentingan bisnis besar, bukan kepentingan rakyat Spanyol,” katanya.
“Mariano Rajoy membela kepentingan bisnis besar, bukan kepentingan rakyat Spanyol,” katanya.
Tindakan nasionalisasi yang dilakukan Cristina
mendapatkan dukungan yang luar biasa dari rakyat Argentina. Sebuah jajak
pendapat di Argentina menyebutkan bahwa 90% rakyat negeri itu mendukung langkah
pemerintah menasionalisasi YPF. Sebelum itu Cristina di mata rakyat
Argentina memang sangat populer. Buktinya ia terpilih sebagai presiden untuk
kedua kalinya dengan selisih suara yang sangat besar dibanding rivalnya.
Dukungan juga mengalir dari sesama negara-negara Amerika Latin yang sudah lama
meninggalkan paham neolib seperti Brazil, Venezuela, Bolivia, dan Uruguay.
Langkah Cristina menasionalisasikan perusahaan
minyak Spanyol memang merupakan kerugian besar bagi negara-negara
kapitalis. Pada dekade 90-an, Argentina termasuk negara terdepan dalam
menerapkan kebijakan Neo Liberalisme di antara negara-negara Amerika Latin.
Tapi sistem ekonomi tersebut telah menyebabkan kebangkrutan bagi Argentina pada
1999.
Argentina kini memilih jalan lain.
Argentina melihat di bawah Presiden Hugo Chavez Venezuela sejak 12 tahun lalu
berhasil menasionalisasi industri minyak dan gasnya. Hal yang sama terjadi enam
tahun lalu di Bolivia di bawah Evo Morales dan terakhir tiga tahun lalu di
Ekuador. Kepada wartawan, Fernandez mengatakan, “kamilah satu-satunya
negara Amerika Latin yang tidak mengelola sendiri sumber daya alamnya.”
Ketika blok migas mereka dikuasai
perusahaan-perusahaan AS, Venezuela dan Bolivia dalam keadaan
melarat. Setelah membuang paham neoliberalisme, kini kedua negara
itu menjadi makmur. Venezuela sekarang mampu memproduksi minyak sebesar 3 juta
barrel/hari dan menjual bensin hanya seharga Rp270/liter tanpa merasa rugi. Ini
beda dengan Indonesia yang harganya Rp4500/liter saja ribut sekali dengan
mengatakan itu rugi.
Tindakan nasionalisasi minyak sebetulnya dipelopori
oleh Arab Saudi pada 1974. Mereka sebelumnya melarat karena
diporoti perusahaan minyak asal AS, Aramco (Arabian American Oil Company). Tapi
kini Arab Saudi makmur berkat kebijakan Raja Faisal yang melakukan
nasionalisasi.
Sudah saatnya gerakan nasionalisasi yang terjadi di
negara-negara Amerika Latin memberikan inspirasi kepada Indonesia.
Menurut data dari Kementerian ESDM (2008) pada sektor hulu, tercatat
kontraktor asing menguasai 329 blok migas di Indonesia atau sekitar 65 %,
sedangkan perusahaan nasional hanya 24,27%. Sementara sisanya dikuasai
konsorsium dengan perusahaan multinasional. Sekaran sudah hampir 85%
minyak dan gas bumi kita dikuasai oleh asing. Mereka semua merupakan kekuatan
korporasi multinasional asing yang memiliki watak kapitalis tulen.Tak
mengherankan kalau Indonesia saat ini menghadapi masalah energi yang ruwet
seperti yang dialami oleh Argentina.
sumber : http://legendarisdunia.blogspot.com/2012/04/presiden-argentina-cristina-fernandez.html
info percetakan jakarta : cetak kalender
0 komentar:
Posting Komentar